Raja Fulan bin Fulan terlihat duduk termenung, berpikir tentang sesuatu yang menggelisahkannya. Pasalnya, ia melihat bahwa kekuatan domestik dari negara yang dipimpinnya tidak stabil. Beberapa pejabat negaranya diindikasikan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan syari'at, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme serta hal-hal negatif lainnya. Tentara yang berfungsi dan bertugas melindungi rakyat dan negara malah banyak yang ngurus bisnis, sehingga kewajiban utamanya terabaikan. Mereka memperlihatkan ketaatan di depan Raja, tapi…apa yang mereka lakukan kemudian banyak bertentangan dengan yang mereka ungkapkan di depan rajanya.
"Ini sangat berbahaya bagi negara dan tidak boleh dibiarkan" pikir Raja. "Ah…lebih baik aku konsultasi dengan penasehat keamananku, mudah-mudahan ia bisa memberikan pencerahan buatku" lanjutnya.
"Duhai Penasehatku, nampaknya kita harus berpikir keras tentang kedisiplinan para pejabat negara ini. Saya melihat kedisiplinan mereka sangat mengkhawatirkan. Barangkali engkau punya masukan untuk membangun kedisiplinan di negara ini" ungkap Raja ramah. Penasehat kemanannya itu menjuruh hormat pada Raja dan berkata: "Wahai tuanku, sungguh saya punya cara yang baik, barangkali tuanku berkenan. Namun, bersediakah tuanku berkorban demi tegaknya kedisiplinan ini?". Raja kontan menjawab: "Apapun akan saya lakukan demi tegaknya kedisiplinan di negara ini". "Baiklah kalau begitu, sekarang saya minta semua gundik tuanku yang berjumlah 10 itu dikumpulkan. Mereka akan saya suruh berbaris di hadapan tuanku dan semua rakyat negara ini". Meski heran, Raja setuju juga dengan ide tersebut.
Sang penasehat mulai memanggil para gundik yang jumlahnya 10 orang. "Silahkan para gundik berbaris di depan raja. Saya akan memberikan aba-aba dalam baris berbaris ini" ungkap penasehat itu. "Siaap grak…!" tegas penasehat. Dengan sikap loyo dan meremehkan, para gundik tak mengindahkan aba-aba itu. Bahkan sebagian mereka ada yang masih sempat berkaca dan berdandan". Raja tersenyum dengan polah penasehatnya itu. "Hmm…apa hubungannya sama kedisiplinan," gumamnya.
Tiba-tiba si penasehat berteriak: "Sekarang, gundik yang paling cantik jadi pimpinan. Kalau ada yang salah, pimpinannya akan dipancung". Tak ada yang kaget dengan teriakan itu, bahkan para gundik cekikikan mendengarnya. Raja pun menganggap hal itu hanya banyolan belaka. "Ya, mulai…! Balik kanaan grak…!" seru si penasehat. Kali ini, para gundik lebih parah dibanding sebelumnya. Di antara mereka malah ada yang duduk dan membuka payung karena kepanasan. Dengan tiada rasa gentar, si penasehat berteriak; "Algojo…, penggal kepala pimpinannya". Hadirin kaget, juga Raja. "Hei…apa-apaan ini? Kenapa engkau melakukan ini?" seru Raja. "Tuanku telah berkata, bahwa apapun akan tuan lakukan, asalkan kedisiplinan di negara ini tegak" ujar si penasehat membalas seruan rajanya. Raja mengerutkan dahi dan terlihat menyesali apa yang telah dijanjikannya. "Ya…sudah, terserah kamu. Tapi jika tidak berhasil, kepala kamu yang akan dipenggal" gerutu Raja.
Akhirnya, di hadapan rakyat dan rajanya sendiri, algojo memenggal kepala pimpinan para gundik itu. Si penasehat berkata lagi: "Ini belum selesai, mereka harus baris lagi. Kali ini, jika ada yang salah semuanya dipancung". "Siaap grak…!" komandonya. "Sret…sret" para gundik rapi berbaris. "Hadap kanaan grak…!" seru si penasehat. "Sret…sret" tak satupun yang salah dan meremehkan lagi, begitu seterusnya hingga aktivitas tersebut berakhir.
"Ah…, engkau penasehatku yang brilian. Sungguh, kau telah memberi pencerahan buatku. Terima kasih, mudah-mudahan pengorbananku ini menjadi syari'at terselamatkannya rakyat dan negara ini" ujar Raja bersyukur. ***
(Sumber : Tabloid MQ EDISI 12/TH.II/APRIL 2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar